Rakyat Taliabu Meradang, Tanah Dirampas, Harapan Dipangkas, Kontraktor Jadi Korban, Keadilan Tertindas

- Penulis Berita

Selasa, 30 September 2025 - 04:01

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

TALIABU, Gapi72– Di sebuah pulau terpencil bernama Taliabu, yang terletak di gugusan Maluku Utara, sebuah tragedi kemanusiaan sedang berlangsung. Proyek jalan Kawalo-Waikoka, yang awalnya digadang-gadang sebagai solusi untuk membuka isolasi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kini justru menjadi sumber penderitaan dan kemarahan yang tak terkendali.

Yusuf Lasinta, seorang kontraktor lokal yang jujur dan pekerja keras, menjadi salah satu korban utama dalam skenario yang penuh dengan intrik dan pengkhianatan ini. Sebagai Direktur PT Miranti Jaya Permai, ia dipercaya untuk melaksanakan proyek jalan senilai Rp 30 miliar yang diharapkan dapat menghubungkan desa-desa terpencil di Kecamatan Taliabu Selatan.

Namun, mimpi indah itu segera berubah menjadi mimpi buruk. Saat pembukaan badan jalan, ribuan pohon tanaman milik warga di lima desa harus ditebang dan diratakan dengan tanah. Yusuf, dengan berat hati, menyetujui permintaan warga untuk memberikan ganti rugi, dengan janji bahwa pembayaran akan dilakukan setelah pencairan anggaran dari pemerintah provinsi.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Saya tidak tega melihat air mata mereka,” kenang Yusuf dengan suara bergetar. “Mereka merelakan tanaman mereka demi kepentingan bersama, demi kemajuan Taliabu. Saya berjanji akan memenuhi hak mereka.”

Namun, janji itu ternyata sulit ditepati. Proyek jalan Kawalo-Waikoka terhenti di tengah jalan setelah mencapai progres 63 persen. Pemerintah Provinsi Maluku Utara, yang dipimpin oleh Gubernur Sherly Tjoanda Laos, tidak kunjung melakukan pembayaran sisa pekerjaan. Akibatnya, Yusuf tidak memiliki dana untuk membayar ganti rugi kepada warga.

“Saya sudah menyurati Pemprov berkali-kali, tapi tidak ada respons,” keluh Yusuf. “Saya merasa seperti orang yang terombang-ambing di lautan tanpa harapan.”

Warga Taliabu, yang merasa ditipu dan dikhianati, melampiaskan kemarahan mereka dengan menyandera belasan alat berat milik kontraktor. Mereka menuntut agar Yusuf segera membayar ganti rugi tanaman mereka. Jika tidak, mereka mengancam akan membakar semua alat berat tersebut.

“Tanaman ini adalah sumber kehidupan kami,” teriak seorang petani dengan mata merah menyala. “Kami sudah berkorban demi proyek jalan ini, tapi apa yang kami dapatkan? Hanya janji palsu dan penderitaan!”

Yusuf, yang merasa bersalah dan bertanggung jawab, tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya bisa memohon maaf kepada warga dan berjanji akan terus berjuang untuk mendapatkan hak mereka.

“Saya tahu kalian marah dan kecewa,” kata Yusuf dengan suara lirih. “Tapi percayalah, saya tidak akan pernah menyerah. Saya akan terus berjuang sampai keadilan ditegakkan.”

Untuk mencari keadilan, Yusuf memutuskan untuk menggugat Pemerintah Provinsi Maluku Utara ke Pengadilan Negeri Soasio. Dalam gugatannya, ia menuntut agar Gubernur Sherly Tjoanda Laos dan para pejabat terkait bertanggung jawab atas kerugian yang dialaminya dan warga Taliabu.

Setelah melalui proses persidangan yang panjang dan melelahkan, majelis hakim akhirnya mengabulkan gugatan Yusuf untuk sebagian. Pengadilan menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Maluku Utara telah melakukan wanprestasi atau ingkar janji. Pengadilan juga memerintahkan agar para tergugat segera membayar kerugian yang dialami Yusuf sebesar Rp 18,9 miliar.

Namun, putusan pengadilan itu ternyata tidak serta-merta menyelesaikan masalah. Pemerintah Provinsi Maluku Utara, yang dipimpin oleh Gubernur Sherly Tjoanda Laos, tidak kunjung melaksanakan putusan pengadilan. Akibatnya, Yusuf dan warga Taliabu terus menderita dan hidup dalam ketidakpastian.

“Saya tidak tahu lagi harus berbuat apa,” kata Yusuf dengan nada putus asa. “Saya sudah melakukan segala cara, tapi keadilan masih jauh dari jangkauan.”

Di tengah situasi yang semakin memburuk, muncul desas-desus tentang adanya praktik korupsi dan kolusi dalam proyek jalan Kawalo-Waikoka. Beberapa pihak menduga bahwa ada oknum-oknum tertentu yang sengaja menghambat pembayaran sisa pekerjaan agar dapat mengambil keuntungan pribadi.

Gubernur Sherly Tjoanda Laos, yang seharusnya menjadi pelindung dan pembela rakyat, justru dituduh terlibat dalam skandal ini. Beberapa saksi mata mengaku melihat Sherly menerima suap dari para kontraktor nakal.

Namun, tuduhan itu belum terbukti secara hukum. Sherly sendiri membantah semua tuduhan tersebut dan mengatakan bahwa ia tidak tahu-menahu tentang praktik korupsi dalam proyek jalan Kawalo-Waikoka.

“Saya tidak akan melindungi siapapun yang terlibat dalam korupsi,” tegas Sherly dalam sebuah konferensi pers. “Jika ada bukti yang menunjukkan bahwa saya terlibat, saya siap bertanggung jawab.”

Sementara itu, warga Taliabu terus berjuang untuk mendapatkan hak mereka. Mereka mendirikan tenda di depan kantor gubernur dan melakukan aksi demonstrasi setiap hari. Mereka menuntut agar Gubernur Sherly Tjoanda Laos segera turun tangan dan menyelesaikan masalah proyek jalan Kawalo-Waikoka.

“Kami tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan,” teriak seorang demonstran dengan suara lantang. “Kami akan terus berjuang sampai hak-hak kami dikembalikan.”

Taliabu kini berada di ambang kehancuran. Proyek jalan yang seharusnya membawa kemakmuran justru membawa petaka. Korupsi, ketidakadilan, dan keserakahan telah merusak tatanan sosial dan ekonomi di pulau ini.

Akankah keadilan akhirnya ditegakkan? Akankah Gubernur Sherly Tjoanda Laos bertanggung jawab atas semua yang terjadi? Atau akankah Taliabu terus terpuruk dalam kegelapan dan penderitaan? Waktu yang akan menjawab.

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Geger! Gubernur Malut Panik Dicecar Soal Tambang Ilegal di KPK
Wawali Tidore Beri Ultimatum: Proyek DAK Harus Capai 75% di November
GPM Malut Desak APH Usut Dugaan Penyelewengan Dana Pemeliharaan Kawasan Sofifi
Fraksi Golkar DPRD Malut “Sentil” APBD 2026: Ada Aroma Anggaran Fiktif
APBD Maluku Utara 2026: Prioritaskan Gaji Birokrat, Rakyat Gigit Jari?!
Pemprov Malut Dihujat Habis-Habisan! Rp15,8 Miliar Lenyap untuk Kemewahan Gubernur, GPM Malut Geram Sentil DPRD Mandul
14 Petinju: Satu Mimpi Mengukir Kejayaan Maluku Utara di Kejurnas Palu.
Anggaran DAK PUPR Malut Dipertanyakan, Proyek Jalan dan Irigasi Terindikasi Bermasalah, APH Diminta Lakukan Investigasi Mendalam.
Tag :

Berita Terkait

Kamis, 23 Oktober 2025 - 10:15

Geger! Gubernur Malut Panik Dicecar Soal Tambang Ilegal di KPK

Selasa, 21 Oktober 2025 - 15:48

Wawali Tidore Beri Ultimatum: Proyek DAK Harus Capai 75% di November

Selasa, 21 Oktober 2025 - 12:03

GPM Malut Desak APH Usut Dugaan Penyelewengan Dana Pemeliharaan Kawasan Sofifi

Selasa, 21 Oktober 2025 - 08:01

Fraksi Golkar DPRD Malut “Sentil” APBD 2026: Ada Aroma Anggaran Fiktif

Selasa, 21 Oktober 2025 - 07:42

APBD Maluku Utara 2026: Prioritaskan Gaji Birokrat, Rakyat Gigit Jari?!

Senin, 20 Oktober 2025 - 05:07

14 Petinju: Satu Mimpi Mengukir Kejayaan Maluku Utara di Kejurnas Palu.

Minggu, 19 Oktober 2025 - 08:57

Anggaran DAK PUPR Malut Dipertanyakan, Proyek Jalan dan Irigasi Terindikasi Bermasalah, APH Diminta Lakukan Investigasi Mendalam.

Sabtu, 18 Oktober 2025 - 11:12

IKDAR Malut: Merajut Mimpi dari Makeang untuk Maluku Utara Gemilang  

Berita Terbaru