TERNATE, Gapi72 – Senin 6 Oktober Ternate terasa lebih panas dari biasanya. Bukan hanya karena sengatan matahari, tapi juga karena amarah yang membara dari puluhan aktivis Lembaga Pengawasan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (LPP Tipikor) Malut. Di depan gerbang Kejaksaan Tinggi dan Kantor Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) Wilayah Malut, mereka “meledakkan” bom waktu berupa fakta-fakta dugaan korupsi yang selama ini mereka kumpulkan.
Alan Ilyas, sang koordinator LPP Tipikor, berdiri di atas mobil komando dengan suara lantang. “Lima tahun sudah BP2JK Malut ini jadi sarang tikus-tikus berdasi, Tender proyek Kementerian PUPR dikangkangi, uang rakyat dikuras habis teriaknya.
Menurut Alan, penelusuran mereka menemukan indikasi kuat adanya praktik “kongkalikong” antara oknum BP2JK dengan sejumlah kontraktor “nakal”. Proyek-proyek strategis di Balai PJN, Balai Cipta Karya, dan Balai Wilayah Sungai Maluku Utara diduga kuat dikuasai oleh segelintir orang yang tidak memiliki kemampuan finansial dan peralatan yang memadai.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Mereka ini seperti benalu, menghisap anggaran negara hingga proyek-proyek jadi mangkrak, kualitasnya bobrok, dan akhirnya rakyat yang jadi korban!” ujar Alan dengan nada geram. Ia menuding para kontraktor “siluman” ini menggunakan perusahaan lain untuk mengakali aturan, sehingga melanggar UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Larangan Praktek Monopoli.
LPP Tipikor juga menyoroti dua paket lelang yang dinilai janggal. Pertama, proyek PRESERVASI JALAN WEDA MAFA MATUTING- SAKETA senilai Rp 149 miliar lebih, yang dimenangkan oleh PT Buli Bangun dengan harga Rp 98 miliar. “Selisih Rp 51 miliar itu ke mana? Apakah ada “permainan” di balik penawaran harga yang jauh di bawah pagu?” tanya Alan dengan tatapan tajam.
Kedua, proyek PEMBANGUNAN JEMBATAN KALIBUTU yang dikerjakan oleh PT Sederhana Jaya Abadi senilai Rp 16 miliar lebih. LPP Tipikor mempertanyakan kejelasan status material dan komponen jembatan yang disebut-sebut sudah tersedia di Gudang PU Citeureup. “Ini proyek siluman atau bagaimana? Jangan-jangan hanya akal-akalan untuk mengeruk keuntungan!” seru Alan.
Massa aksi kemudian mendesak Kejati Malut dan KPK RI untuk segera turun tangan mengusut tuntas dugaan korupsi di BP2JK Malut. Mereka juga menuding adanya dua kontraktor “raksasa”, Budi Liem dan Renny Laos, yang seolah-olah menguasai seluruh proyek di Malut. “Ada apa ini? Kenapa hanya mereka berdua yang selalu dapat proyek? Apa karena mereka punya “orang dalam” di BP2JK?” tanya Alan dengan nada sinis.
Jika tuntutan mereka tidak diindahkan, LPP Tipikor mengancam akan menggelar aksi yang lebih besar dan mendesak Gubernur Malut dan seluruh bupati/walikota untuk mengambil alih pengelolaan proyek-proyek infrastruktur di daerah masing-masing. “Kami tidak akan berhenti sampai para koruptor itu dijebloskan ke penjara!” tegas Alan, disambut pekik merdeka dari seluruh peserta aksi.







