SOFIFI, Gapi72 – Provinsi Maluku Utara (Malut) kini berada dalam situasi genting akibat lambannya tindak lanjut terhadap temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tahun anggaran 2024. Ketidakpedulian sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam menyelesaikan temuan ini bukan hanya mengancam opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yang telah diraih, tetapi juga berpotensi menyeret Malut ke dalam jurang krisis keuangan yang lebih dalam.
Kepala BPK Perwakilan Malut, Marius Sirumapea, dalam wawancaranya belum lama ini mengungkapkan kekecewaannya, “Kami melihat kurangnya keseriusan dari beberapa OPD dalam menindaklanjuti temuan yang telah kami sampaikan. Ini bukan sekadar masalah administrasi, tetapi juga mencerminkan tata kelola keuangan yang kurang baik.
Selain itu, masalah aset daerah yang tak kunjung tuntas juga menjadi perhatian serius. “Kami sudah berupaya berkoordinasi dengan tim aset Pemprov, namun belum ada perkembangan signifikan. Ini sangat disayangkan,” tambah Marius.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Marius memperingatkan bahwa jika masalah ini terus diabaikan, opini BPK tahun depan akan sangat terpengaruh. “Jika tidak ada perubahan signifikan dalam pengelolaan keuangan dan aset daerah, opini WDP yang telah kita raih bisa saja turun. Bahkan, bukan tidak mungkin kita akan mendapatkan opini yang lebih buruk,” tegasnya.
Sebagai informasi, Pemprov Malut menerima Opini Wajar dengan Pengecualian (WDP) pada tahun anggaran 2025, yang diterima langsung oleh Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, dalam rapat paripurna DPRD pada 4 Juni 2025.
Kondisi ini menjadi momentum bagi seluruh OPD untuk berbenah diri. Penuntasan temuan BPK dan pembenahan aset daerah adalah kunci untuk menjaga stabilitas keuangan dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Jika Malut gagal memanfaatkan momentum ini, bukan tidak mungkin daerah ini akan terperosok dalam krisis yang lebih dalam.







