SOFIFI, Gapi72 – Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Malut) berada di ujung tanduk. Kebijakan pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) dari pusat mengancam defisit anggaran hingga Rp10 triliun pada tahun 2026. Gubernur Malut, Sherly Tjoanda, mengambil langkah nekat dengan menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD). Mampukah kolaborasi ini menyelamatkan Malut dari jurang krisis?
Gubernur Sherly Tjoanda dalam acara ramah tamah bersama BPK RI dan seluruh Kepala Daerah Malut di Bela Hotel (17/10) menyatakan, “Pemotongan TKD ini harus jadi cambuk Dengan bantuan BPK, kita harus berjuang meningkatkan PAD.
Kepala Perwakilan BPK Provinsi Malut, Marius Sirumapea, menimpali dengan nada serius, “BPK akan fokus mengawasi pajak dan retribusi daerah. Ini adalah pertarungan untuk menyelamatkan fiskal Malut!”
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Anggota VI BPK RI, Fathan Subchi, mencoba memberikan suntikan semangat, “Malut punya potensi besar! Pertumbuhan ekonomi 32,09% adalah modal bagus, tapi harus diimbangi peningkatan kesejahteraan rakyat.
Namun, pertanyaan besar tetap menggantung: Mampukah kolaborasi ini benar-benar mendongkrak PAD Malut secara signifikan? Ataukah Malut akan terjerembab dalam krisis keuangan yang lebih dalam? Waktu akan menjawab







