TERNATE Gapi72 – Tunjangan perumahan sebesar Rp 60 juta per anggota DPRD Maluku Utara periode 2019-2024 menuai kecaman keras. Gerakan Pemuda Marhaen (GPM) Malut mendesak Kejaksaan Tinggi (Kajati) Malut untuk segera memeriksa Plt Kepala Dinas Pendidikan Malut, Abubakar Abdula, yang saat ini masih menjabat sebagai Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Malut. Desakan ini muncul seiring dengan indikasi kuat penyalahgunaan anggaran dan potensi korupsi dalam tunjangan fantastis tersebut.
GPM Malut menuntut pengusutan tuntas terhadap dugaan penyalahgunaan anggaran tunjangan perumahan yang dinilai tidak wajar. “Angka Rp 60 juta itu sangat mencurigakan dan tidak masuk akal. Kami mendesak Kajati Malut untuk membongkar praktik korupsi yang tersembunyi di balik tunjangan ini,” tegas koordinator aksi GPM Malut dalam orasinya.
Selain dugaan korupsi, GPM Malut juga menyoroti rangkap jabatan Abubakar Abdula yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan menghambat efektivitas kinerja pemerintahan. “Bagaimana mungkin seseorang dapat menjalankan dua jabatan strategis sekaligus? Seharusnya yang bersangkutan fokus pada satu jabatan saja. Jika ingin menjadi Kadis Pendidikan, maka harus melepaskan jabatan Sekwan DPRD Malut,” ujar salah satu anggota GPM Malut.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua GPM Malut, Sartono, menjelaskan bahwa Sekwan Abubakar Abdullah memiliki peran krusial dalam penyusunan anggaran DPRD, termasuk tunjangan perumahan, transportasi, dan gaji. Sartono juga menyebutkan bahwa Sekda Malut, Drs. Samsuddin A. Kadir, turut bertanggung jawab karena telah menandatangani anggaran tersebut. “Kejati harus mengungkap motif di balik tunjangan fantastis Rp 60 juta ini. Di tengah kondisi keuangan daerah yang belum stabil dan angka kemiskinan yang masih tinggi, DPRD justru mengalokasikan anggaran besar untuk tunjangan kemewahan,” ungkap Sartono dengan nada geram.
Sartono juga menyoroti alokasi anggaran APBD yang dinilai terlalu besar untuk kepentingan DPRD. “Tunjangan perumahan saja sudah sangat fantastis, belum lagi tunjangan transportasi, gaji, dan lain-lain. Kami menduga 45 persen anggaran APBD selama beberapa tahun terakhir hanya dinikmati oleh segelintir anggota DPRD,” tegasnya.
Dengan adanya Kajati baru, GPM Malut berharap semua “kedok” anggaran DPRD dapat terungkap. “Tidak ada alasan untuk menutupi. Semua harus transparan dan akuntabel. Rakyat Maluku Utara berhak tahu ke mana uang mereka dialokasikan,” pungkas Sartono dengan semangat membara.
Sartono, yang juga merupakan salah satu juru kampanye Pasangan Sherly-Sarbin pada Pilgub kemarin di Kota Tidore, menyampaikan bahwa kebijakan Gubernur Maluku Utara mengangkat Abubakar Abdullah sebagai Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan patut dipertanyakan. “Ada apa di balik pengangkatan ini? Abubakar Abdullah disebut-sebut sebagai ‘Gubernur Kecil’ di era pemerintahan Sherly-Sarbin. Kami mendesak Gubernur Malut untuk segera mengevaluasi Abubakar Abdullah sebagai Plt Kadikbud Malut dan Sekwan DPRD Malut demi menghindari konflik kepentingan dan memastikan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa,” tutupnya







