TERNATE, Gapi72 – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Maluku Utara (Malut) disoroti terkait pengelolaan pajak pendapatan daerah, khususnya dari sektor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB). Pemungutan PBB-KB yang tidak maksimal ini berpotensi mengurangi pendapatan asli daerah.
PBB-KB dikenakan atas penggunaan bahan bakar seperti bensin, solar, dan lainnya. Pemerintah Provinsi Maluku Utara mengelola pajak ini melalui badan atau perusahaan yang bertindak sebagai wajib pungut, yang memungut pajak dari transaksi penjualan bahan bakar dari produsen ke penyalur dan konsumen.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Maluku Utara menemukan bahwa Bapenda belum mendata secara menyeluruh perusahaan penyedia/penjual bahan bakar, terutama yang berada di bawah naungan PT Pertamina Patra Niaga. Padahal, berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Malut, terdapat 24 perusahaan industri yang beroperasi pada tahun 2024 yang berpotensi menjadi wajib pajak.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
BPK telah berupaya mengkonfirmasi jumlah perusahaan penyedia bahan bakar kepada PT Pertamina Patra Niaga, namun hingga batas akhir pemeriksaan, tidak ada respons.
Kondisi ini dinilai tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Maluku Utara Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Perda tersebut mengatur bahwa subjek PBBKB adalah konsumen BBKB, sedangkan wajib PBBKB adalah badan atau orang pribadi penyedia yang menyerahkan BBKB. Pemungutan PBBKB seharusnya dilakukan oleh penyedia BBKB, yaitu produsen atau importir bahan bakar.
Hingga berita ini diturunkan, konfirmasi kepada pihak Pertamina Patra Niaga masih terus diupayakan.







